BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Dewasa ini
globalisasi telah membawa
perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai lingkungan termasuk lingkungan
pendidikan. Salah satu contoh perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat
ini adalah Manajemen Berbasis
Sekolah. Pemerintah telah melakukan sosialisasi ditingkat sekolah dasar pada
khususnya tentang pengaruh dan kegunaan Manajemen Berbasis Sekolah terhadap
peningkatan mutu dan kualitas sekolah menuju kearah yang lebih baik, akan
tetapi hal tersebut seolah tidak mendapat respon yang positif dari pihak
sekolah.
Terbukti dengan masih banyaknya angka partisipasi pendidikan nasional yang
kurang baik dan kualitas pendidikan tetap menurun. Diharapkan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah sesuai dengan anjuran yang
diberikan sehingga Manajemen Berbasis Sekolah dapat berhasil mengangkat kondisi
dan memecahkan masalah pendidikan yang ada. Hal tersebut diharapkan akan
bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dalam
Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah memiliki wewenang yang besar dalam
mengelola kebijakannya. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengelola sekolah sangatlah penting, selain peran guru, siswa, maupun peran
serta masyarakat tentunya. Dalam pengeolaan sekolah diperlukan suatu kemampuan
manajerial. Dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah, Nurkholis (2003: 120)
menyatakan bahwa: “Sebagai manajer, kepala sekolah harus memerankan fungsi
manajerial dengan melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan
dan mengoordinasikan.”
Dari hal
tersebut jelas terlihat bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangatlah vital dalam
pengelolaan sekolah. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya sebuah sekolah apabila
kepala sekolah tidak memiliki kemampuan manajemen ( sebagai manajer ) maka yang
terjadi adalah kesemrawutan pengelolaan, baik itu pengelolaan kurikulum,
pengelolaan pembelajaran, pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan,
pengelolaan kesiswaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana dan prasarana,
pengelolaan hubungan kemasyarakatan, serta pengelolaan layanan khusus.
Akan tetapi,
pengelolaan tersebut tidak semata-mata tugas dari kepala sekolah saja.
Dibutuhkan kerjasama yang baik antara komponen sekolah itu sendiri. Baik dari
guru, siswa, orang tua siswa, maupun komite sekolah. Apabila kerjasama terjalin
dengan baik, maka tujuan pendidikan yang diharapkan akan lebih mudah tercapai.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa rumusan
masalah dalam kaitannya dengan komponen Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu
sebagai berikut:
a.
Apakah pengertian dari komponen dan Manajemen Berbasis
Sekolah?
b.
Bagaimanakah Manajemen Kurikulum?
c.
Bagaimanakah Manajemen Pembelajaran atau Pengajaran?
d.
Bagaimanakah Manajemen Ketenagaan?
e.
Bagaimanakah Manajemen Kesiswaan?
f.
Bagaimanakah Manajemen Keuangan dan Pembiayaan?
g.
Bagaimanakah Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan?
h.
Bagaimanakah Manajemen Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat?
i.
Bagaimanakah Manajemen Layanan Khusus?
Untuk
menjawab beberapa rumusan masalah di atas, berikut penjelasannya dalam Bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KOMPONEN DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Komponen
adalah bagian yang merupakan seutuh ( W.J.S. Poerwodaminto, 1984: ). Secara
umum, komponen merupakan bagian dari sebuah sistem utuh.
Mengenai
pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), Nurkholis
(2003: ) menyatakan bahwa:
Manajemen
Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan
sekolah berdasarkan kekhasan, kebolehan, kemampuan, dan kebutuhan sekolah,yang
dilakukan secara partisipatif, transparan, akuntabel, berwawasan kedepan, tegas
dalam penegakan hukum, adil, prediktif, peka terhadap aspirasi stakeholder,
pasti dalam jaminan mutu, professional, efisien dan efektif dalam rangka
peningkatan mutu.
Sedangkan
menurut Mulyasa (2009: ) menyatakan bahwa: “MBS adalah salah satu wujud dari
reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan
pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi peserta didik.”
Tidak
terlalu berbeda dengan pendapat di atas, Rohiat (2008: ) juga menyatakan bahwa:
MBS adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi, memberikan
fleksibilitas atau keluwesan pada sekolah, mendorong partisipasi sekolah secara
langsung dari warga sekolah dan masyarakat dan guna meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang
berlaku.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat kita pahami bahwa komponen merupakan bagian
dari sebuah keutuhan. Dalam hal ini keutuhan yang dimaksud adalah MBS. Jadi
komponen dalam MBS memiliki makna bagian-bagian dari Manajemen Berbasis
Sekolah. Bagian-bagian tersebut antara lain: Manajemen Kurikulum, Manjemen
Keuangan, dan sebagainya.
B.
MANAJEMEN KURIKULUM
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Kurikulum
SDN SUKAINDAH 02 ). Tujuan tertentu ini meliputi
tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan
dan peserta
didik.
Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan
untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan
potensi yang ada di daerah. Perencanaan
dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Karena itu sekolah merealisasikan dan
menyesuaiakan kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran. Disamping itu,
sekolah juga bertugas dan berwenang untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat.
Menurut
Nurkholis (2003: 45) menyatakan bahwa: “Sekolah dapat mengembangkan, namun
tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang
dikembangkan oleh Pemerintah Pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal.”
Pengembangan
kurikulum muatan lokal telah dilakukan sejak digunakkannya Kurikulum 1984,
khususnya di sekolah dasar (Mulyasa, 2009: 40). Pada kurikulum tersebut muatan
lokal disisipkan pada berbagai bidang studi yang sesuai. Dalam kurikulum 1994,
muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi.
Jadi intinya
adalah dalam pengelolaan kurikulum yang bersifat nasional, sekolah tidak berhak
mengurangi isinya. Yang boleh dikembangkan adalah muatan lokal yang
disesuaiakan sesuai dengan kondisi dan karakteristik sekolah masing-masing.
C.
MANAJEMEN PROGRAM PEMBELAJARAN ATAU PENGAJARAN
Sekolah
diharapkan dapat mengembangkan program pengajaran serta melaksanakan pengawasan
dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program sekolah, manajer
hendaknya tidak membatasi diri pada pendidikan dalam arti sempit, ia harus
menghubungkan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.
Dalam
kepentingan kepala sekolah sebagai manajer, ia harus bertanggung jawab terhadap
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program
pengajaran di sekolah. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, ada empat langkah
yang harus dilakukan. Menurut Mulyasa (2009: 41) , empat langkah tersebut
yaitu: menilai kesesuaian program yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan
kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan
program, serta menilai perubahan program.
Sekolah
diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang
paling efektif (Nurkholis, 2003: 45). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka
dalam proses pembelajaran atau pengajaran ada baiknya bersifat terpusat pada
siswa.
Mengenai
pembelajaran bersifat pada siswa, Rohiat (2008: 65) menyatakan bahwa:
Yang
dimaksud dengan pembelajaran berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang
menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru.
Oleh karena iitu, cara-cara belajar siswa aktif seperti active learning,
cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
Berikut
beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan program pengajaran:
a.
Tujuan yang hendak dicapai harus jelas;
b.
Bersifat sederhana dan fleksibel;
c.
Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan;
d.
Bersifat menyeluruh dan harus jelas pencapainnya;
e.
Ada koordinasi antarkomponen pelaksana program.
Dari
beberapa prinsip di atas, apabila dapat dilaksanakan semua maka tujuan yang
diharapkan akan lebih mudah tercapai. Selain itu, dalam pengelolaan sekolah
harus ada pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan, program-program
pembelajaran. Dengan tujuan agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan
teratur.
D.
MANAJEMEN TENAGA KEPENDIDIKAN
Ketenagaan
dalam sekolah identik dengan posisi guru sebagai pendidik maupun tenaga
kependidikan. Adanya pembagian tugas yang jelas antara ketenagaan yang satu
dengan yang lainnya akan menunjang kelancaran dari pelaksanaan pembelajaran di
sekolah.
Menurut
Mulyasa (2009: 42) manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup
(1)
perencanaan pegawai,
(2)
pengadaan pegawai,
(3)
pembinaan dan pengembangan pegawai,
(4) promosi
dan mutasi,
(5)
pemberhentian pegawai,
(6)
kompensasi,
(7)
penilaian pegawai.
Mengenai pengelolaan ketenagaan, Nurkholis (2003: 46)
menyatakan bahwa:
Pengelolaan
ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan,
penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja
sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai
saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
Tugas kepala
sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan
yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi
juga tujuan tenaga kependidikan (guru dan pegawai) secara pribadi. Oleh karena
itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan instrumen pengelolaan tenaga
kependidikan, seperti daftar riwayat pekerjaan, dan kondisi pegawai untuk
membantu kelancaran MBS di sekolah yang dipimpinnya.
E.
MANAJEMEN KESISWAAN
Mengenai
Manajemen Kesiswaan, Mulyasa (2009: 46-47) menyatakan bahwa: “ Tujuan dari
manajemen kesiswaan yaitu Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan
kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik (siswa), mulai masuk sampai dengan
keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan
hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang
lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah”.
untuk
mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di
sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai
tujuan pendidikan sekolah.
Tanggung
jawab kepala sekolah menurut Sutisna (1985) dalam Mulyasa (2009: 46) sebagai
berikut:
a.
Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan itu;
b.
Penerimaan, orientasi, klarifikasi, dan penunjukkan
murid kelas dan program studi;
c.
Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar;
d.
Program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan,
seperti : pengajaran, perbaikan, dan pengajaran luar biasa;
e.
Pengendalian dan disiplin murid;
f.
Program
bimbingan dan penyuluhan;
g.
Program kesehatan dan keamanan;
h.
Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional.
Nurkholis
(2003: 46) dan Rohiat (2008: 67) menyatakan bahwa: “Yang diperlukan dalam
manajemen kesiswaan adalah intensitas dan ekstensinya.”
Yang perlu
diperhatikan dalam manajemen kesiswaan adalah bahwa sekolah tidak hanya
mengembangkan pengetahuan anak saja, akan tetapi juga harus mengembangkan sikap
kepribadian, aspek sosial emosional, disamping keterampilan-keterampilan yang
lain. Sehingga akan tercipta peserta didik yang cerdas intelejen, emosional,
maupun spiritualnya.
F.
MANAJEMEN KEUANGAN
Keuangan
merupakan salah satu sumber dari sekolah yang secara langsung menunjang
kelangsungan dari sekolah tersebut dalam efektifitas dan efisiensi pengelolaan
pendidikan. Dalam MBS, hal tersebut akan jauh lebih terasa, karena menuntut
sekolah untuk merencanakan, mengelola, mengevaluasi, serta
mempertanggungjawabkan penggunaan keuangan secara transparan.
Sekolah
diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan
penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata bergantung pada
pemerintah (Nurkholis, 2003: 46). Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa
sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi uang sudah
seharusnya dilimpahkan ke sekolah (Rohiat, 2009: 66)
Mulyasa
(2009: 48) menyatakan bahwa: “Sumber keuangan dan pembiayan sekolah secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
(1) pemerintah,
(2) orang tua atau peserta didik,
(3) masyarakat.”
Dalam
pengelolaan keuangan di sekolah, diperlukan rasa tanggungjawab yang besar dari
semua komponen sekolah agar penggunaannya dapat maksimal dan sesuai sasaran.
Dengan penggunaan yang tepat, maka semua kebutuhan sekolah dalam hal
peningkatan pembelajaran, baik teknis ataupun non-teknis akan tercukupi
sehingga sekolah dapat berjalan dengan lancar, teratur dan bertanggungjawab.
G.
MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
Mengenai
sarana dan prasarana pendidikan, Mulyasa (2009: 49) menyatakan bahwa: Sarana pendidikan
adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan
menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung,
ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang
dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak
langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman,
kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara
langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran
biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga, komponen tersebut
merupakan sarana pendidikan.
Manejemen
sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang
bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi
guru maupun murid untuk berada di sekolah.
Nurkholis
(2003: 46) dan Rohiat (2008: 66) sepakat bahwa pengelolaan fasilitas seharusnya
dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan hingga
pengembannya.
Melihat
alasan dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa dalam MBS, sekolah yang
benar-benar mengetahui kondisi dan kebutuhan fasilitas untuk pengembangan
sekolahnya masing-masing.
H.
MANAJEMEN HUBUNGAN MASYARAKAT
Hubungan
sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat
berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di
sekolah.
Menurut
Mulyasa (2009: 50) tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
a.
Memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak;
b.
Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup
dan penghidupan masyarakat;
c.
Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan
sekolah.
Gambaran dan kondisi sekolah dapat
diinformasikan ke masyarakat melalui laporan kepada orang tua siswa, buletin
bulanan, penerbitan surat kabar, pameran sekolah, open house, kunjungan ke
sekolah, kunjungan ke rumah siswa (home visit), penjelasan oleh staf sekolah,
siswa itu sendiri, radio serta laporan tahunan.
Esensi dari
hubungan ini adalah meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan
dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang dari dulu
telah didesentralisasikan {Nurkholis (2003: 46-47) dan Rohiat (2008: 67).
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa kelangsungan sebuah sekolah
tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat. Maka, seyogyanya jalinan atau
hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat harus dijunjung tingggi.
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, pun demikian dengan masyarakat yang
harus merasa memiliki sekolah. Keduanya saling membutuhkan demi tercapainya
tujuan pendidikan Indonesia.
B.
MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS
Menurut
Mulyasa (2009: 52) manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan,
kesehatan, dan keamanan sekolah.
a.
Manajemen perpustakaan
Perpustakaan
yang lengkap dan dikelola dengan baik akan menunjang perkembangan peserta didik
dalam hal perkembangan pengetahuan . Disamping itu juga memungkinkan bagi guru
untuk mengembangkan pengetahuan secara mandiri, dan juga dapat mengajar dengan
metode bervariasi, misalnya belajar individual.
b.
Manajemen Kesehatan
Sekolah
sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap proses
pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan pengetahuan saja, tetapi juga
harus meningkatkan jasmani dan rohani siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Sebagai
tindak lanjut dari hal tersebut, maka di sekolah diadakan UKS ( Usaha Kesehatan
Sekolah ) dan pendirian tempat ibadah.
c.
Manajemen Keamanan
Dengan
tujuan memberikan rasa tenang dan nyaman dalam mengikuti proses belajar dan
mengajar bagi komponen sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
beberapa komponen MBS yang telah diuraikan di atas, sebenarnya ada benang merah
dari pelaksanaan MBS, yaitu bahwa sekolah mempunyai kewenangan dalam mengelola
sekolahnya. Alasan yang menguatkan hal tersebut karena sekolah dianggap lebih
memahami dan mengetahui kondisi yang ada di sekolah, baik mengenai program
pembelajaran, ketenagaan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan
dengan masyarakat serta layanan khusus.
Akan tetapi kewenangan tersebut tidak dalam
arti semuanya merupakan kewenangan sekolah. Ada hal-hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya dalam hal kurikulum. Sekolah hanya berwenang
menjabarkan kurikulum nasional dan mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai
dengan karakteristik daearahnya masing-masing.
Jadi konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagaimana telah diuraikan di atas,
esensinya adalah kewenangan yang besar pada sekolah dengan tuntutan
kemampuan manajerial dari kepala sekolah dengan dukungan dari guru, peserta
didik, masyarakat, serta pemerintah.
B. Saran
a.
Komponen-komponen MBS seperti diuraikan di atas akan
berjalan dengan baik apabila kemampuan manajerial kepala sekolah baik dengan
didukung oleh semua komponen sekolah yang ada;
b.
Sebaiknya semua komponen dalam sekolah memahami tugas
dan kewajibannya masing-masing sehingga akan tercipta kondisi yang baik demi
tercapainya tujuan pendidikan nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
E. Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah.
Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurkholis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah. Bandung: PT
Refika Aditama.
Tim Pengembang Kurikulum. 2010. Kurikulum SD
SUKAINDA 02.